Stres selama kehamilan dapat berdampak negatif pada kesehatan ibu hamil dan juga janin yang dikandungnya. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa stres selama kehamilan juga dapat meningkatkan risiko anak mengalami epilepsi di kemudian hari.
Epilepsi adalah gangguan saraf yang ditandai dengan serangan kejang yang tiba-tiba dan berulang. Penyebab epilepsi masih belum diketahui secara pasti, namun beberapa faktor risiko telah diidentifikasi, termasuk faktor genetik dan lingkungan.
Studi yang dilakukan oleh para peneliti di Swedia menemukan hubungan antara stres selama kehamilan dan risiko anak mengalami epilepsi. Dalam penelitian tersebut, ibu hamil yang mengalami stres pada trimester pertama kehamilan memiliki risiko dua kali lipat lebih tinggi untuk melahirkan anak dengan epilepsi dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak mengalami stres.
Stres selama kehamilan dapat mempengaruhi perkembangan otak janin dan sistem sarafnya, yang kemudian dapat meningkatkan risiko gangguan neurologis seperti epilepsi. Selain itu, stres juga dapat memicu pelepasan hormon stres seperti kortisol, yang dapat merusak perkembangan otak janin.
Oleh karena itu, penting bagi ibu hamil untuk mengelola stres dengan baik selama kehamilan. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi stres selama kehamilan antara lain adalah dengan melakukan relaksasi, meditasi, olahraga ringan, dan memperhatikan pola makan yang sehat.
Selain itu, dukungan sosial juga dapat membantu mengurangi stres selama kehamilan. Mendapatkan dukungan dari pasangan, keluarga, dan teman-teman dapat membantu ibu hamil merasa lebih tenang dan nyaman selama masa kehamilan.
Dengan mengelola stres selama kehamilan dengan baik, ibu hamil dapat membantu mengurangi risiko anak mengalami epilepsi di kemudian hari. Selain itu, mengelola stres juga dapat meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan ibu hamil dan janin yang dikandungnya. Jadi, jaga kesehatan mental dan emosional selama kehamilan untuk mendukung perkembangan yang optimal bagi si kecil.